Wawancara Khusus : Waspada Stunting di Tengah Pandemi PART II

Saat ini pemerintah Indonesia sedang fokus menangani wabah/pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap banyak hal, termasuk sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah kebijakan untuk peraturan PSBB (PembatasanSosial Berskala Besar). Akibatnya aktivitas masyarakat menjadi sangat terbatas.

Saat Covid-19 ini sangat menyita perhatian, kita jangan sampai lupa bahwa pemenuhan gizi anak dan isu stunting ini jadi terabaikan.

Pada Jum’at 8 Mei 2020, YAICI berkesempatan melakukan bincang-bincang melalui program Teras Berita di TV Muhammadyah bersama 3 narasumber lainnya, yaitu  Dr. Atikah M Zki, selaku Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Luluk Nur Hamidah selaku anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, dan Dyah Yuniar Setiawati, selaku Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Kementerian Kesehatan.

Berikut bincang-bincang yang dipandu oleh presenter Irmalia

Aisyiyah sebagai organisasi masyarakat yang selama ini bekerjasama dengan YAICI mengedukasi masyarakat, bagaimana Ibu Atikah melihat persoalan ini?

Memang kami bersama Ibu Yuli dan YAICI menangani stunting, tetapi sebetulnya itu sudah merupakan suatu program dari Aisyiyah gerakkan pertama pada tahun 2010 program penangann stunting dan memang Aisyiyah salah satu di bidang kesehatan mulai dari ibu hamil, ibu menyusui, ibu melahirkan kemudian ke remaja, balita, anak-anak sampai dengan lansia itu menjadi bidang garapan Aisyiyah. Sekarang selama Covid seperti ini kita memberikan edukasi kepada masyarakat, anak-anak itu berjenjang dari pimpinan pusat membuat materi-materi edukasi itu sampai ke pimpinan wilayah untuk disebarkan kepada cabang-cabang sampai ke ranting-ranting.

Sebelumnya, biasanya untuk menyampaikan satu program itu bisa lewat pengajian, kemudian pelatihan-pelatihan, pokoknya kumpul-kumpul. Pada saat sekarang, di mana tidak bisa berkumpul, itu ada cara lain bahwa kita mempunyai mempunyai medsos (media sosial), itu juga dilakukan oleh Aisyiyah, kemudian kita membuat edukasi-edukasi itu juga disebarkan melalui media sosial: WhatsApp, Instagram, melalui Yotube, dan sebaginya. Itu yang yang dilakukan oleh Aisyiyah, jadi sebetulnya tidak terputus. Juga dalam hal stunting ini kita ajarkan kepada ibu-ibu untuk ketahanan pangan. Jadi bagaimana manfaatkan pekarangan, memanfaatkan pot-pot untuk ditanami sayuran-sayuran yang bermanfaat.

Ibu Dyah Yuniar Setiawati, selaku Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Kementerian Kesehatan, bagaimana intervensi gizi yang dilakukan Kemenkes di tengah masa pandemi ini?

Saya setuju sekali dengan apa yang disampaikan dokter Atikah bahwa pelaksanaan pelayanan gizi yang dilaksanakan di masyarakat harus tetap berjalan. Khususnya untuk balita, dan ibu hamil. Karena itu merupakan salah satu prioritas program kita. Untuk itu kami, di Direktorat Gizi sudah menyusun pedoman di dalam pelayanan gizi pada masa tanggap darurat dimana sebetulnya sama dengan apa yang telah dilakukan selama ini yang sudah berjalan itu melingkupi pelayanan gizi untuk ibu hamil, kemudian pelayanan gizi untuk balita.

Untuk ibu hamil misalnya, bagaimana pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil juga yang untuk gizi balita itu juga masih tetap kita lakukan. Cuma bagaimana pelayanan untuk balita yang diberikan di posyandu, pada masa pandemi ini kita juga memperhatikan karena adanya social distancing, jaga jarak dan sebagainya. Nah untuk posyandu memang kami serahkan tergantung kedaerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan maksudnya apakah melakukan PSBB atau tidak. Kalau pelayanan posyandu dilaksanakan kita harus memperhatikan supaya jaga jarak, tidak ada kerumunan misalnya jam buka pasyandu juga diatur.

Luluk Nur Hamidah selaku anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, melihat kondisi stunting, bagaimana DPR melihat persoalan ini?

Saya kira isu stunting ini harus kita tempatkan sebagai isu yang khusus. Jadi ini bukan hanya isu ekslusif misalnya Kementrian Kesehatan tetapi semua kementrian harus memiliki komitmen yang sama salama ini apa yang terkait dengan sebagai kita sebut dengan generasi Indonesia yang unggul sekaligus juga kekhawatiran apabila ini tidak seriusi maka kita akan punya potensi kehilangan satu generasi yang sangat dibutuhkan untuk Indonesia yang akan mendatang.

Diantara komitmen itu seperti di Komisi IV, Kementerian Pertanian, juga di KKP memilki komitmen yang kuat untuk pencegahan stunting. Penyebab kondisi stunting itu karena ketiadaan pangan yang sehat dan juga terpenuhinya gizi yang cukup pada saat tumbuh kembangnya anak, terutama pada masa 1000 HPL.

Jadi pada saat ibu hamil kemudian dilahirkan pada usia tertentu, bila pangan ini tidak cukup maka letak rawannya dan potensi stunting itu terjadi. Di Kementerian pertanian itu ada yang namanya Direktorat Ketahanan Pangan yang salah satu programnya pencegahan stunting memang berbeda dengan di Kementerina Kesehatan karena kita memastikan keluarga-keluarga yang ada di Indonesia untuk bisa memastikan pangan secara mandiri dan itu bisa dilakukan dengan mudah di rumah, dipekarangan di lahan yang itu diharapkan dapat membantu untuk pencegahan stunting. Juga dikementrian KKP itu juga disosialisasikan sangat gencar Gerakan Gemar makan ikan karena ikan merupakan sumber protein yang sangat tinggi itu juga dibutuhkan untuk pencegahan dan penanganan stunting

Kalau soal komitmen yang dipertanyakan, saya kira di DPR plus minus, kita maunya ini lebih dikuatkan lagi secara kelembagaan, kalau orang-perorang saya kira sangat kuat. Yang saya sayangkan bahwa pemerintah dalam pemerintah pusat mengajukan gagasan refocussing relokasi bahkan sestimulus itu untuk memberikan dukungan penguatan sektor pangan. Padahal kita tidak ingin apabila prevelensi stunting kita yang sempat turun sedikit itu kemudian akan mengalami kondisi yang stuck atau mungkin akan mengalami kemudian naik kembali karena ketahanan di bidang pangan tidak bisa diamankan.

Kenapa saya bilang ini merupakan ancaman bahkan saya sebut itu ancaman stunting ini bisa nyata. Karena memang anggaran dari Kementrian Pertanian itu juga dikurangi oleh pemerintah. Jadi Kementrian Pertanian itu dikurangi 7 trilliun. Dari sebelumnya  21 trilliun menjadi 14 trilliun. Otomatis kemudian terjadi penyesuaian-penyesuaian dan kita kecewa karena Direktorat yang mengurusi ketahanan pangan yang mana di dalamnya ada program stunting justru juga mengalami kekurangan hampir 40% walau anggarannya tidak terlalu besar. Dari 500 miliar itupun mau dikurangi. Saya mendesak agar ini tidak boleh dipotong. Jadi kalaupun harus dipotong harus di fokuskan kepada anggaran-anggaran yang tidak terkait langsung dengan upaya pencegahan-pencegahan stunting.

Isu stunting ini memang crossing issue, bukan hanya aspek Kesehatan tetapi ini juga ada isu politik, ada isu tentang ekonomi, ada isu tentang social ada isu tentang pangan, ada aspek kultur dan seterusnya. Bahkan dalam pengertian menurut saya stunting itu ada kaitannya dengan pemahaman keagamaan pasti ya. Jadi kalaa ini dilihat sebagai satu isu yang melibatkan, atau lintas isu yang terkait satu sama lain maka seharusnya ini tidak hanya sebagai domainnya kementrian Kesehatan dan anggaran itu seharusnya ada di semua kementerian.

Jadi bukan hanya dikesehatan atau di kementrian pertanian yang memang penyediaan pangan, seperti KKP juga dikementrian-kementrian lain yang terkait karena ini kita berbicara Indonesia yang akan datang itu kita maunya seperti apa. Kalau kita berkali-kali bilang bonus demografi maka bonus demografi yang penampakannya itu seperti apa yang mau kita wujudkan.

Misalnya kondisi penanganan stunting kita gagal pada hari ini, pada saat Indonesia merayakan bonus demografi sebenernya yang kira rayakan itu bukan generasi yang sehat yang unggul yang kompetitif kemudan sdm yang bisa bersaing tapi justru malah ada generasi yang lemah yang sakit yang secara mental mungkin mengalami keterbelakangan dan secara sosial sangat tergantung dari lingkungan sekitar karena adanya gangguan dari system fisik atau motorik.

PART III

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *