Wawancara Khusus : Waspada Stunting di Tengah Pandemi PART I

Wawancara Khusus : Waspada Stunting di Tengah Pandemi

Saat ini pemerintah Indonesia sedang fokus menangani wabah/pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap banyak hal, termasuk sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah kebijakan untuk peraturan PSBB (PembatasanSosial Berskala Besar). Akibatnya aktivitas masyarakat menjadi sangat terbatas. Saat Covid-19 ini sangat menyita perhatian, kita jangan sampai lupa bahwa pemenuhan gizi anak dan isu stunting ini jadi terabaikan.

Pada Jum’at 8 Mei 2020, YAICI berkesempatan melakukan bincang-bincang melalui program Teras Berita di TV Muhammadyah bersama 3 narasumber lainnya, yaitu  Dr. Atikah M Zki, selaku Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Luluk Nur Hamidah selaku anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, dan Dyah Yuniar Setiawati, selaku Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Kementerian Kesehatan.

Berikut bincang-bincang yang dipandu oleh presenter Irmalia

Kita tahu bahwa penanganan stunting ini adalah hal yang penting. Aisyiyah bersama YAICI telah melakukan kerja sama mengedukasi masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. Di tengah pandemi ini,  bagaimana Ibu Yuli melihat kondisi stunting di Indonesia?

Mungkin sebelumnya kita kilas balik ke belakang terlebih dahulu. Jadi beberapa tahun belakangan ini kan prevalensi stunting dan gizi buruk angkanya sudah menurun walau masih di atas ambang batas yang ditetapkan WHO. Ini membuktikan sebenarnya sudah ada kerja keras dari semua pihak terutama Kementerian Kesehatan, kader-kader Posyandu, masyarakat sudah mampu mengedukasi kepada ibu-ibu untuk bisa memperhatikan asupan gizi yang baik kepada anak-anaknya.

Tapi akhirnya kan sekarang mulai terhenti ketika kita memasuki masa pandemi Covid-19 ini.

Menurut saya penanganan gizi buruk atau stunting dengan penyembuhan Covid-19 itu sama-sama penting peranannya. Cuma bedanya kalau Covid-19 itu penyebarannya sangat cepat jadi penanganannya harus cepat. Stunting memang perlahan, tapi ketika kita tidak bisa menciptakan generasi yang baik atau generasi kita akan menjadi generasi stunting, nantinya SDM (sumber daya manusia) nya tidak akan mumpuni.

Kemudian, dengan adanya pembatasan social berskala besar (PSBB), juga memberi dampak tersendiri karena kita kan dilarang untuk berkerumun, berkumpul, padahal selama ini edukasi yang kita berikan itu melalui upaya-upaya penyuluhan, seminar-seminar, kegiataan-kegiatan posyandu. Akhirnya kan menjadi terhenti kan? Ketika aktivitasnya terhentikan, akhirnya jadi kendor.

Saya juga melihat sekarang perkembangan ketika banyak penyaluran bantuan berupa paket-paket sembako kepada masyarakat yang terdampak oleh Covid-19 ini. Dari bantuan-bantuan sembako ini yang ada kita lihat isinya: ada beras, gula pasir, kopi dan makanan instant. Sama sekali tidak ada asupan gizi atau asupan gizinya agak kurang. Sepertinya hanya yang disasar kepada orang dewasa, bagaimana kalau keluarga itu punya anak-anak kecil, balita. Dan yang sangat saya sesalkan yaitu, bahkan saya mendaptkan temuan-temuan di lapangan bahkan diberikan SKM/krimmer kental manis.

Nah, ini kan membahayakan ketika persepsi masyarakat masih mengatakan susu kental manis yang ada di sembako itu adalah minuman yang bergizi dan diberikan kepada anak-anak balita akan menimbulkan efek gizi buruk atau obesitas.

Kalau mengingat kondisi stunting di Indonesia itu, apa sih dampak kalau kita membiarkan adanya persoalan stunting di Indonesia?

Ya, pastinya kita mau menciptakan sebuah generasi emas di 2045. Ketika generasi kita itu stunting itu semuanya akan terganggu, maksudnya kita tidak akan mendapatkan mereka, mereka kan calon pemimpin masa depan kan? SDM-nya tidak mumpuni. Memang perlahan-lahan, tapi kan kita ingin  menciptakan satu generasi yang unggul, generasi yang maju, yang bisa bersaing dengan negara lain sedangkan ketika itu stunting akan banyak masalah, itu akan menambah beban lagi buat pemerintah.

Kalau kita fokus terhadap Covid-19, memang ini menjadi fokus utama saat ini tapi yang diharapkan tadi adalah jangan sampai kemudian penanganan stunting menjadi mundur kembali .

Karena persoalan gizi ini kan tidak bisa digantikan. 1000 HPL, periodenya kan memang tidak bisa digantikan. Boleh lha, memang kita sekarang kosentrasi semua ke Covid-19, tapi hal-hal seperti ini juga sangat penting. Peranannya itu sama pentingnya.

Sebelumnya telah dilakukan berbabagi edukasi mengenai penanganan stunting kepada ibu-ibu namun di tengah kondisi pandemic seperti saat ini rasanya harus berhenti terlebih dahulu aktitivitasnya di Posyandu, di PKK dan lain sebagainya juga semua aktivitasnya menjadi terhenti sejenak. Kita harapkan pandemic ini segera berakhir. Namun, pasti selalu ada solusi.

(Part II) https://www.yayasanabhipraya.or.id/2020/05/10/wawancara-khusus-waspada-stunting-di-tengah-pandemi-part-ii/

Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *