MAMUJU – Stunting masih menjadi persoalan di banyak propinsi di Indonesia. Meski prevalensi stunting secara nasional dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan, namun beberapa daerah di Indonesia mengalami prevalensi stunting di atas angka nasional. Sulawesi Barat misalnya, SSGI 2022 menunjukan prevalensi stunting Sulawesi Barat mencapai 33,8 persen dan berada di urutan kedua setelah NTT.

Pernikahan anak yang masih menjadi tantangan Sulawesi Barat menjadi salah satu faktor penentu stunting. Sebagaimana diketahui, stunting erat kaitannya dengan kesiapan dan kecukupan gizi calon ibu, hingga penerapan pola asuh dimasa 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).

Lebih lanjut, Arif juga menyayangkan Mamuju yang memiliki hasil laut yang berlimpah namun masyarakat tidak terbiasa mengkonsumsi ikan. “Di sini memang persoalannya adalah pengetahuan masyarakat akan gizi. Ternyata masyarakat disini tidak paham betul nilai gizi yang terkandung pada ikan, sama seperti masyarakat tidak paham bahwa kental manis tidak bisa mencukupi gizi anak karena proteinnya yang sangat rendah dan gulanya tinggi. Karena itu, edukasi dan pendampingan untuk masyarakat perlu terus dilakukan, karena jika tidak, generasi mendatang tidak akan menjadi generasi emas, namun hanya akan menjadi ledakan penduduk,” jelas Arif Hidayat.

Dalam sosialisasi gizi yang digelar PC Muslimat NU Kab Mamuju dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) yang dilakukan di Puskesmas Binanga pada Jum’at (25/8), kader posyandu dan masyarakat Binanga yang hadir diajak untuk memperhatikan asupan gizi anak, terutama membatasi konsumsi makanan dan minuman tinggi kandungan gula. Dalam kesempatan itu pula terungkat, sebagian besar peserta yang hadir ternyata masih menggunakan kental manis sebagai minuman susu selepas masa ASI ekslusif atau setelah usia 6 bulan.

Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU Erna Yulia Sofihara dalam kesempatan itu mengatakan, PP Muslimat NU sebagai organisasi yang memiliki kader kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia memberi perhatian lebih terhadap pengentasan stunting, terutama di daerah-daerah yang menjadi locus stunting.

“Karena itu kita harus gencarkan sosialisasi dan edukasi langsung ke kader-kader kesehatan dan juga masyarakat terutama calon ibu dan ibu dengan balita. Salah satu penyebab gangguan masalah-masalah gizi anak adalah kebiasaan konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula yang tinggi. Kita harus pastikan anak diberi asupan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya, dengan demikian kita bisa meningkatkan kualitas SDM dimasa mendatang,” jelas Erna.

Kepala Puskesmas Binanga Jasman yang hadir menyambut baik kolaborasi dari elemen masyarakat, dinas kesehatan dan Puskesmas Binanga dalam rangka meningkatkan literasi gizi masyarakat. “Memang tantangannya adalah menghentikan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi kental manis sebagai susu, karena memang persepsi yang sudah lama dianggap susu dan menjadi kebiasaan,” jelas Jasman.

Selain melakukan sosialisasi, Jasman bersama YAICI dan PC Muslimat NU Mamuju juga melakukan kunjungan ke sejumlah rumah yang memiliki baduta terindikasi stunting. Berdasarkan penelusuran hasil pengukuran berat badan, terlihat penurunan berat badan mulai terjadi mulai usia 6-8 bulan. Kondisi ini bila dibiarkan akan berpotensi menjadi stunting. Berdasarkan penuturan ibu, penyebab berat badan anaknya terus mengalami penurunan adalah karena sang anak tidak suka makan.

“Anak-anak ini sejak bayi diberi ASI tanpa susu tambahan. Tapi ternyata lepas dari masa ASI ekslusif, berat badannya mulai anjlok bahkan ada yang sudah di garis merah. Ini disebabkan karena pada masa MPASI asupan gizinya tidak cukup, hanya dikasih bubur nasi dan minum protein. Selain itu, kental manis juga masih digunakan sebagai minuman susu untuk anak-anak, rata-rata mulai diberikan sejak usia 1 tahun,” ujar Arif menjelaskan hasil kunjungan keluarga.

Dalam forum diskusi bersama media yang digelar di Mamuju, 25 Agustus 2023 mengemuka masih tingginya pernikahan di bawah umur menjadi faktor penyebab stunting di Sulawesi Barat.

Berbagai langkah telah dilakukan untuk mempersiapkan Generasi Emas 2045. Hal ini perlu dilakukan agar ledakan penduduk yang diprediksi akan terjadi tahun 2045 dapat menjadi generasi produktif yang dapat membangun Indonesia. Salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan adalah meningkatkan literasi gizi masyarakat. Hal ini diharapkan akan turut serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memberikan asupan gizi yang cukup untuk tumbuh kembang anak, terutama pada masa 1000 Hari pertama Kehidupan (HPK).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID