Hari itu mentari pagi bersinar lembut mengawali hari, memberikan nafas kehidupan kepada berjuta isi dunia. Tinggi pepohonan meliuk mengikuti irama hembusan sang angin. Hamparan sawah dan kebun bagaikan lukisan membentang hingga ujung mata. Kokok ayam dan cuit burung seperti simponi dunia yang melantun merdu di sisi telinga. Tiada tempat seindah kampung halaman yang dikelilingi oleh hijaunya daun dan rimbunnya pepohonan.
Senyum semanis madu menebar memesona dari wajah cantik si mungil berambut kepang dua. Namanya adalah Tini, anak seorang petani yang pintar dan rajin membantu untuk meringankan pekerjaan orang tuanya. Hari itu, Tini bersama ibunya dengan penuh suka cita mempersiapkan kiriman makan siang untuk sang ayah yang sedang bekerja di sawah. Makanan kesukaan yang membuat seluruh tubuh menjadi sehat, serta menjadikan pikiran menjadi tenang dan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ayah dan Tini selalu makan masakan Ibu, masakan terenak di dunia yang dipetik dari kebun sendiri. Ibu selalu memasak dengan mengutamakan gizi seimbang, dengan menghindari makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak, demi kesehatan keluarga.
Matahari sudah tampak setinggi galah, memanggil Tini untuk segera berangkat menyusul sang ayah di sawah. “Ibu, aku berangkat menyusul Ayah ya, Ibu istirahat di rumah saja dahulu sampai Ibu sembuh dari sakit,” kata Tini meminta izin kepada Ibu. Sambil memegang pundak Tini Ibu berkata, “Ingat pesan Ibu, jaga kesehatan, makanlah makanan yang sehat, dan ingatlah selalu kepada Allah.”
Tini segera berangkat, meninggalkan rumah bambu yang berdiri diatas sepetak tanah peninggalan kakek. Rumah itu sudah mulai miring ke arah matahari terbenam, dan titik air hujan pun turut menemani mereka didalam rumah saat hujan deras. Tetapi rasa syukur mereka kepada sang pencipta, tak terkalahkan oleh keadaan.
“Hari ini aku senang sekali, aku membawakan makanan kesukaan ayah, dan nanti pulangnya aku akan membawakan beberapa buah jambu untuk teman-temanku,” kata Tini
sambil tersenyum-senyum. Tak lama kemudian, datanglah Tono sahabat Tini dengan membawa sebuah ember kecil di tangan kiri berisi beberapa buah keong sawah, dan sebuah tas kecil di punggungnya. Tono berkata, “Hai Tini, kamu mau mengantar makanan untuk ayahmu ya, ayo aku temani sambil aku mencari keong disawah.” Tini pun senang bertemu sahabatnya, dan mereka berjalan beriringan sambil bersenda gurau. Mereka berjalan melewati saluran irigasi yang berkelok seperti ular sawah.
Sampailah Tini dan Tono di gubuk sawah tempat ayah Tini beristirahat. Di gubuk beratap jerami itu, terasa sejuk dan nyaman dengan tiupan angin di persawahan. Tono segera membuka bekalnya dan berkata kepada Tini, “Lihat Tini, ini adalah bekal kesukaanku sepotong roti dan susu kental manis. Ini membuat tubuhkan sehat dan kuat. Aku minum susu kental manis setiap hari.”
Tini berkata, “Tono tahukah kamu, kental manis itu bukan susu. Meski didalam minuman itu mengandung susu, tapi kandungannya sangatlah sedikit.”
Tono merasa keheranan, kemudian bertanya, “Apa maksudmu Tini?”
Tini menjawab, “Dalam minuman itu lebih banyak mengandung gula daripada susu. Padahal konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan sindrom metabolik klasik seperti berat badan, obesitas abdominal, gula darah tinggi, dan tekanan darah tinggi. Apakah kamu mau suatu saat nanti tubuhmu malah menjadi sakit karena terlalu banyak menkonsumsi gula?”
Mendengar penjelasan Tini, terlihat Tono dan ayah mengangguk-angguk tanda mengerti. Kemudian Tono menjawab, “Benar juga ya, kalau begitu mulai saat ini aku akan minum susu yang bergizi tinggi, dan tidak minum lagi kental manis.”
Kemudian Tini, Tono, dan Ayah makan bekal bersama di gubuk tengah sawah yang sejuk itu. Tini dan Tono tumbuh menjadi anak sehat dan cerdas, yang selalu menjaga makanan dengan gizi seimbang. Mereka juga selalu mengingat pesan kedua orang tua mereka agar selalu menjaga kesehatan dan bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
– KURNIAWAN CATUR HIDAYAT, S.Pd