Kejadian miris di dunia pendidikan kembali terjadi. Ratusan siswi di Ponorogo mengajukan dispensasi nikah karena hamil di luar nikah. Permasalahan ini tentu bukanlah permasalahan kecil yang dapat dianggap enteng, karena akan berdampak besar pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Masalah pernikahan dini dan pergaulan bebas di Indonesia belakangan ini tumbuh subur dan cenderung tak terkendali.

Banyak faktor penyebab yang mendorong adanya kasus seperti ini. Diantaranya adalah akses informasi melalui internet yang terlalu bebas dan dapat dengan mudah di akses oleh anak dibawah umur tanpa adanya filter. Serta kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh orang tua, juga lingkungan sekolah yang kurang gigih dalam membumikan materi-materi adab dan akhlak di sekolah kepada para murid.

Selaras dengan kejadian tersebut kepala dinas P3A, Supriyadi mengatakan anak-anak yang melakukan hubungan suami istri diluar pernikahan dikarenakan faktor pergaulan yang salah, lokasi yang mendukung serta pengaruh sosial media sehingga mereka tertarik kemudian mencoba melakukan hal tersebut.

Pada kesempatan lain Menteri Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan dengan tegas bahwa perkawinan anak memiliki dampak negative yang sangat banyak. Beberapa dampak yang dijelaskan Bintang yaitu perkawinan dini memicu angka putus sekolah dan jika ditinjau dari segi kesehatan juga pernikahan dini lebih rentan menyebabkan kematian ibu melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan malnurtrisi.

Selanjutnya dampak buruk dari pernikahan dini pun dari segi ekonomi adalah anak yang menikah dini cenderung lebih tidak stabil. Sehingga menyebabkan sang anak yang menikah terpaksa bekerja melakukan pekerjaan kasar dengan upah kerja yang rendah dan berdampak kepada kemiskinan yang akan terus berlanjut. Hal ini dikarenakan lingkaran keburukan ini terus bergulir dan berputar berulang.

Permasalahan pernikahan dini bersama dengan pergaulan bebas memang kompleks dan menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari lingkup terkecil dan inti yaitu keluarga menuju lingkungan yang lebih besar yaitu sekolah hingga masyarakat yang lebih luas lagi. Meski demikian, pemerintah pun tidak boleh juga menyerahkan tugas ini kepada masyarakat sepenuhnya harus ada program-progam yang terukur dan terencana dalam menyelesaikan dua permasalahan besar ini.

Berbagai upaya harus dilakukan. Contohnya adalah dengan memperkuat dan atau menjalin kerjasama antar stakeholder adalah upaya yang wajib dilakukan. Hal ini tentu bertujuan untuk menekan angka pernikahan dini dan pergaulan bebas. Selain itu kerjasama yang dijalin harus lah bersifat kooperatif dan koordinatif yang berbasis pada pengawasan dan evaluasi berkala bukan hanya sekadarnya melakukan MoU dan kegiatan sekali dua kali lalu selesai begitu saja. Pemerintah dalam hal ini juga perlu melibatkan LSM dan gerakan massa yang berfokus pada pengentasan masalah pernikahan dini dan pergaulan bebas agar lebih dapat menjangkau titik-titik buta yang sulit di jangkau pemerintah.

Memang beberapa program sudah dilakukan pemerintah, seperti melakukan program penguatan layanan informasi, edukasi dan konseling serta memperkuat konsultasi layanan melalui PUSPAGA yang sudah terbentuk sebanyak 257 PUSPAGA di 16 Provinsi dan 231 Kabupaten kota. Namun demikian upaya ini pun juga harus dipertajam dan dievaluasi tingkat keberhasilannya agar permasalahan pernikahan dini dan pergaulan bebas dapat diselasaikan secara total.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID