Berat badan rendah adalah permasalahan gizi dimana balita tidak mencapai berat badan ideal sehingga mempengaruhi banyak faktor kesehatan mereka. Hal ini kerap dialami balita namun sering luput dari perhatian orang tua. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dirilis Kementerian Kesehatan pada awal 2023 lalu, sebanyak 17,1 persen balita mengalami underweight. Angka ini justru meningkat 0,1 persen dibanding tahun sebelumnya.

Dalam momentum peringatan hari anak balita nasional, yan diperingati setiap tanggal 8 April, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memberi perhatian terhadap pemenuhan gizi balita. “Mengingat yang menjadi isu nasional saat ini adalah stunting, maka sebagian besar fokus kampanye adalah pemenuhan gizi di masa 1000 HPK (usia 0 – 2 tahun). Saat anak sudah di usia 3-4 tahun, dianggap anak sudah cukup gizi. Padahal justru diusia ini anak juga rentan mengalami gangguan gizi. Anak sudah kenal jajan, sudah mengerti iklan-iklan dan dimasa ini juga orang tua banyak menyerah dengan kemauan anak, termasuk dalam hal pilihan makanan yang disuka dan tidak disukai anak,” jelas Ketua Harian YAICI Arif Hidayat.

Lebih lanjut, Arif mengemukakan sejumlah temuan YAICI saat melakukan pendampingan di masyarakat. “Baru-baru ini, temuan lapangan di daerah kabupaten bekasi, keluarga dengan 11 anak terbiasa mengkonsumsi kental manis sebagai sumber gizi. Tidak hanya karena alasan ekonomi, tapi kebiasaan konsumsi kental manis oleh anak-anak dari keluarga ini karena alasan mereka sudah terbiasa dengan rasa manis,” jelas Arif Hidayat.

Sebelumnya, saat melakukan pendampingan di Aceh bersama mitranya, YAICI juga mendapati keluarga dengan balita dengan berat badan berlebih karena sehari-hari terbiasa mengkonsumsi kental manis. “Anak-anak ini menjadi tidak suka dengan menu dengan komposisi “isi piringku” yang disediakan oleh ibu, dan akhirnya orang tua pun menuruti keinginan anak,” beber Arif.

Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan gizi anak. Selain edukasi lagsung ke masyarakat, YAICI juga melakukan survey dan penggalian informasi yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang berpotensi mengakibatkan gizi buruk pada anak.

Lebih lanjut, Arif berharap perhatian terhadap asupan gizi anak tidak hanya untuk usia dibawah 2 tahun, namun juga untuk anak berusia hingga 5 tahun. Pemantauan tumbuh kembang balita ini dapat dilakukan dengan kerjasama yang baik dari Posyandu dan juga perhatian lebih lingkungan TK atau PAUD. Sebab, rendahnya status gizi diusia balita  dapat memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas kerja di usia dewasanya.

Di Pekabaru, tim YAICI menemukan keluarga-keluarga penerima program keluarga harapan yang mendapatkan paket sembako dimana didalamnya terdapat produk susu kental manis.

Berbagai temuan ini menjadi perhatian dan bukti bagi YAICI, bahwa masih banyak masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia yang belum teredukasi terkait permasalahan stunting dan gizi buruk.

Dari hasil tersebut, YAICI terus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan dan berbagai pihak serta pemerintah agar dapat menyelenggarakan program-program untuk pencegahan stunting dengan melihat akar permasalahannya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID