Permasalahan gizi kronis pada balita tak pernah putus. Sebab, asupan makanan yang tidak sesuai kandungan gizi telah masih lumrah di masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan kognitif dan fisik anak terganggu. Hal ini mengemuka dalam Webinar Nasional Edukasi Gizi hasil kolaborasi antara Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA) PADA Senin, 30 Mei 2022. Hadir sebagai pembicara Ketua Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Prof. Dr. Masyitoh Chusnan, M. Ag.; Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, SE., MM.; Pengajar FKIP UHAMKA & Pengurus Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Aisyiyah, DR. Chandawaty M.Pd.; Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr. Piprim Basarah Yanuarso., S.pA (K).; serta Pemerhati Anak & Pendongeng, Muhammad Awam Prakoso.

Orang tua dan keluarga sebagai lingkungan terdekat anak menjadi ujung tombak dari kecukupan gizi anak. Namun disamping itu, PAUD sebagai lembaga pembelajaran dini bagi anak juga memiliki peranan penting untuk pemenuhan gizi anak. Selain itu, PAUD juga dapat menjadi jembatan bagi orang tua dan anak untuk lebih memahami pentingnya asupan makanan bergizi utuk anak. Karena itu, bahan ajar yang tepat untuk anak usia PAUD menjadi elemen edukasi yang penting. Untuk mewujudkan edukasi yang tepat bagi peserta didik tersebut, guru PAUD memerlukan bekal pengetahuan gizi.

Prof. Dr. Masyitoh Chusnan, M. Ag mengatakan dalam lingkup organisasi Aisyiyah, guru merupakan ujung tombak pendidikan. Karena itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi serta cerdas akan literasi. Hal ini dikarenakan untuk memberikan pemahaman kepada anak, karena terkadang anak lebih mendengar gurunya sendiri dan dapat  menasehati orang tua dari anak tersebut.

“Guru harus terus menerus mencari edukasi dan budaya guru itu ada empat, yaitu membaca ilmu terkait tugas guru, menulis, mengajar dan dapat mengamalkan ilmu yang telah mereka dapat. Dan saran saya kepada para guru untuk selanjutnya kita bisa menyempurnakan panduan kepada murid seperti melalui buku panduan terkait gizi,” jelas Masyitoh

Arif Hidayat dalam kesempatan itu mengakui, saat ini persoalan gizi tidak hanya menyangkut stunting, melainkan juga resiko anak kelebihan berat badan atau obesitas. “Konsumsi makanan dan minuman yang tidak terkontrol saat ini banyak terlihat di anak Indonesia. Salah satu akibatnya yaitu anak menjadi gagal tumbuh karena tidak mendapatkan nutrisi yang tepat. Seperti pemberian Susu Kental Manis pada anak yang dalam proses tumbuh kembang yang akan menjadi pemicu tersebut. Orang tua sudah seharusnya paham jika susu kental manis hanya dikonsumsi untuk topping pada makanan dan minuman saja, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman terlebih pengganti susu bubuk maupun Air Susu Ibu (ASI),” pungkas Arif.

Senada dengan Arif Hidayat, DR. Chandawaty M.Pd menegaskan perlunya edukasi mengenai susu dan penggunaan susu kental manis untuk tidak dijadikan sebagai asupan harian untuk nutrisi harus terus dilakukan. Sebab, jika dikonsumsi secara terus menerus akan mengganggu tumbuh kembang anak.

“Karena itu kita perlu mengenal bahwa  susu kental manis ini bukan produk susu, dan bukan untuk diseduh secara langsung. Sebab susu jenis ini mengandung gula 2 kali lipat lebih banyak dari susu sapi. Makanan dengan kandungan gula tinggi seperti ini yang dapat meningkatkan resiko obesitas di Indonesia,” jelas Chandrawaty.

Lebih lanjut Chandrawaty berharap edukasi gizi terutama untuk guru-guru PAUD dapat terus dilakukan.

“Guru PAUD perlu tahu susu seperti apa yang harus dikonsumsi oleh anak dengan nutrisi yang baik. Nantinya mereka dapat memberikan edukasi gizi ini kepada anak murid dan orang tuanya,” ujarnya.

Dr. Piprim Basarah Yanuarso., S.pA (K) mengatakan pentingnya asupan protein hewani bagi anak seperti ikan, terlur dan susu untuk mencegah terjadinya stunting. Sebab, protein hewani mengandung asam amino yang diperlukan untuk tumbuh kembang anak. Bila anak kekurangan asam amino essential  dapat menjadi potensi terjadinya stunting.

“Konsumsi telur dan daging di Indonesia terutama pada anak-anak di Indonesia cukup rendah, padahal  kedua bahan pangan tersebut merupakan salah satu pencegah stunting yang cukup efisien. Literasi gizi pada anak-anak PAUD juga dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan konsumsi telur dan daging, agar anak juga senang untuk mengkonsumsinya,” jelasnya.

Bagi Pemerhati anak dan pendongeng handal, Awam Prakoso, mendidik anak tidak dapat dilakukan secara mendadak. Tapi ini adalah hal yang seharusnya dilakukan secara terus-menerus dengan metode komunikatif. Salah satu caranya yaitu dengan mendongeng dan dapat diaplikasikan oleh guru PAUD serta orang tua untuk edukasi gizi secara tepat. “Saat kita ingin mendongeng, kita perlu menggali tentang cerita atau naskah yang akan diceritakan. Selain itu bahasa tubuh dan suara yang ekspresif, komunikatif, dan unik menjadi poin utamanya. Anak juga nanti akan merasa senang dan tertarik akan cerita kita,” jelas Awam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID