Menjadi wilayah padat penduduk kelurahan Kalibaru adalah bagian dari kawasan kecamatan Cilincing. Terdiri dari 14 RW yang terbagi menjadi 172 RT sehingga ada 83.000 lebih warga yang tinggal di Kalibaru. Dengan luas 246 hektar, 100 hektar lebihnya adalah wilayah ekonomi sehingga tak heran jika wilayah Kalibaru disebut sebagai wilayah yang mayoritas masyarakat berprofesi kerah biru atau kerja kasar yang berdampak juga terhadap tingkat pendidikan dan masalah sosial.
Senin, 7 September YAICI bersama kader aisyiyah wilayah Jakarta Utara turun kelapangan lagi melakukan penelitian ke daerah Kalibaru, Cilincing untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu terhadap kesehatan anak terutama peruntukan “Kental Manis”.
Kalibaru, Cilincing terletak diujung Utara kota Jakarta. Termasuk bagian dari pesisir pantai, Kalibaru memiliki banyak potensi seperti hasil-hasil laut dan perusahaan-perusahaan besar di sekitarnya. Namun masyarakat tidak mengoptimalkan potensi wilayah dengan baik. Hal ini dikarenakan rendahnya pendidikan dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkannya, jelas Suyono Lurah Kalibaru.
Tingkat pendidikan di wilayah ini sedikit kebawah, dan hal ini pun ada yang melatar belakanginya. Dulu daerah Kalibaru ini adalah daerah ekonomi, kebanyakan warga dari daerah Kalibaru adalah bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, dan ojek daring. Sehingga sebagian masyarakat tergolong menengah, lanjut Suyono.
Meskipun begitu kader puskesmas dan posyandu cukup aktif dalam memberikan penyuluhan terkait kesehatan ibu dan anak. Namun masih ada beberapa orang tua yang masih kurang teredukasi. Khususnya terkait kandungan gizi dari asupan untuk buah hati. Masih ada yang memberikan kental manis sebagai pengganti susu kepada anak.
Sebagai dokter umum sekaligus kepala puskesmas Kelurahan Kalibaru, Siti Maimunah selalu menanyakan kepada warga susu apa yang diberikan kepada anak. Kalau ditemukan orang tua yang memberikan kental manis, ia dan tenaga kesehatan yang lain selalu mensosialisasikan bahwa kental manis itu tidak boleh diberikan karena tidak ada gizinya dan itu hanya gula. “Nanti 20 tahun kedepan anaknya nanti punya penyakit gula”, lanjut Siti Maimunah. “Kental manis hanya boleh untuk topping. Kalau buat roti diatasnya ada keju lalu diberi kental manis, itu boleh”, jelas Siti Maimunah. “Warga Kalibaru itu kalau diberi tahu harus diberikan contoh yang konkrit, karena ini berpengaruh dengan tingkat pendidikan warga Kalibaru yang kebawah. Sehingga agar mereka paham ya harus begitu cara penyampaiannya”, ucap Siti Maimunah saat ditemui di puskesmas Kalibaru.
Profil kesehatan warga Kalibaru memang tidak dapat dipungkiri masih banyak yang belum sadar akan hidup sehat ditambah di tengah pandemi COVID-19. Masih banyak ditemukan keluarga yang memberikan kental manis untuk di jadi sebagai pengganti susu kepada anaknya. Akan tetapi tenaga kesehatan Kalibaru tidak pernah berhenti memberitahukan kalau kental manis itu tidak boleh diberikan kepada anak.
Siti Maimunah mengakui “Saat waktu kita belum paham kalau kental manis susu, ya saya menjadikan kental manis itu sebagai susu”. Dalam pengakuannya saat saya kecil ia diberikan susu kental manis oleh ibunya sebagai minuman susu. “Kalau anak saya sekarang dirumah tidak pernah mengkonsumsi kental manis, saya beli hanya saya jadikan topping roti saja”. Lanjut Siti Maimunah.
Saat turun kelapangan, di RT 09 RW 13 Ditemukan anak bernama Fahrezi umurnya 4 tahun warga Kelurahan Kalibaru Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Kebiasaannya mengkonsumsi kental manis sehari tiga kali menggunakan botol. Menurut orang tua Fahrezi kental manis masih tergolong sebagai susu. Sejak 2 bulan fahreza lepas dari ASI dan saat menginjak 2 tahun Fahrezi diberikan kental manis sebagai asupan susu.
“Sehari bisa 3 kali, ya kalau anak mau saja baru diberikan”, jelas Yani ibu dari 2 anak. “Membelinya biasa dalam bentuk kaleng, habis tidak sampai seminggu kadang 2 hari sudah habis”, lanjutnya. Saat diberikan susu merek lain Fahrezi menolak karena rasa kental manis yang sudah menempel dan candu di lidah Fahrezi.
Yani, ibu dari Fahrezi mengaku, “Kata orang-orang Fahrezi pendek, kecil disaat umurnya yang sudah menginjak 4 tahun”. Dapat dilihat badan Fahrezi memang kurus karena susah makan dan sudah dikenalkan kental manis sejak 2 tahun. Yani mengaku saat membuati anaknya susu ia tidak memakai takaran, “karena kental yaudah, sekira-kiranya saja, tapi tidak manis banget kok saat saya coba sebelum dikasih ke Fahrezi”.
Selain Fahrezi ditemukan juga anak-anak warga Kelurahan Kalibaru Kecamatan Cilincing Jakarta Utara yang mengkonsumsi kental manis. “Manis”, katanya saat ditunjukan produk kental manis. Ada yang menunjukan rasa coklat, vanilla dan mengatakan. “Aku punya yang ini, yang coklat ada dirumah, yang coklat rasanya enak”.
Terkait kental manis, harapan Siti Maimunah sebagai tenaga kesehatan agar jangan nakes saja yang dibebankan untuk mensosialisasikan bahwa itu bukan susu. Tapi dari media juga memberikan tahu susu yang bergizi yang mana dan seperti apa. Sehingga semua lintas sektor itu harus bekerjasama. “Tapi bagaimana ya, di tv-tv juga iklannya kental manis ini sangat kuat”, ujar Siti Maimunah.
Lain halnya dengan Suyono, sebagai seseorang yang memiliki jabatan ia berharap “Kalau kental manis bukan susu, maka pihak pemerintahlah yang mengatakan kalau ini bukan susu”. Butuh dukungan swasta juga mensosialisasikan kalau skm bukan susu. “Ya kalau ga mau diajak kompromi lebih baik produsen skm di tutup”, lanjut Suyono. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita tidak dapat menyalahkan masyarakat karena dalam iklannya pun orang-orang tahunya itu susu kental manis ya susu.
Selanjutnya harapan kedua Suyono ialah masyarakat perlahan-lahan memahami bahwa ini bukan lah susu melalui sosialisasi dengan kerjasama lintas sektor. Kalau perlu ada spanduk-spanduk yang dipasang di pusat keramaian seperti pasar yang didalamnya memuat informasi kalau susu kental manis bukan susu, yang paling penting adalah merubah persepsi tanpa bantuan produsen itu sama saja sia-sia.
Di Akhir sesi wawancara tak lupa YAICI memberikan materi edukasi berupa booklet mengenai stunting, pengukur tinggi badan yang didalamnya memuat informasi mengenai susu yang baik, dan buku menuju generasi emas 2045. Semoga dengan pemberian materi dan silaturahmi YAICI ini dapat memberikan informasi baru dan semangat kepada tenaga kesehatan, baik tenaga puskesmas, maupun kader posyandu untuk terus mensosialisasikan dan tidak henti mengedukasi masyarakat bahwa kental manis tidak baik dikonsumsi untuk anak terkhusus sebagai minuman pengganti susu.
Bayangkan jika anak-anak sedari kecil sudah mencicipi makanan dan minuman dengan kandungan gula yang tinggi. Mereka cenderung mengalami obesitas di usia lanjut. Lagi-lagi jika asupan gizinya sudah salah dari kecil apakah kita tega membiarkan cita-cita mereka terkikis?.
Galeri