Jakarta, 17 Juli 2021 – Di tengah upaya mengejar target penurunan stunting hingga 14% pada tahun 2024, pemerintah justru menghadapi tantangan baru: pandemi yang tak kunjung berakhir. Belum lagi, angka kematian anak akibat Covid 19 di Indonesia sempat menjadi yang paling tinggi di dunia. Penyebabnya adalah selain riwayat komorbid pada anak, kecukupan asupan gizi anak juga turut mempengaruhi.

Dalam webinar nasional yang diselenggarakan PP Muslimat NU bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Jumat (16/7). Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)  dr. Meta Herdiana Hanindita SpA(K) mengatakan berdasarkan data per 14 Juli 2021, dari semua kelompok umur, anak-anak menempati 13% penderita covid 19, 1,1% diantaranya meninggal.

“Yang utama saat ini adalah menjaga imunitas dan daya tahan  tubuh anak. Jangan sampai anak menjadi malnutrisi. Kesalahan yang sering terjadi adalah orang tua beranggapan malnutrisi adalah kurang gizi, padahal overweight dan obesitas juga termasuk malnutrisi. Karena itu kecukupan gizi anak saat ini menjadi penting,” jelas  Meta.

Dijelaskan Meta, pada dasarnya tidak ada perbedaan kebutuhan gizi anak di masa pandemi maupun di luar masa pandemi. Sebab nutrisi di awal kehidupan sangat mempengaruhi masa depan anak. “Hasil penelitian anak-anak yang mallnutrisi akan menjadi pekerja kasar, sementara anak dengan cukup gizi akan menjadi pekerja kerah putih. Karena itu kesalahan asupan gizi pada anak harus diperhatikan sedini mungkin. Misalnya, anak yang sudah terlanjur mengkonsumsi kental manis, harus segera di ganti susunya. Susu kental manis ini sebetulnya kandungan nutrisinya tidak disesuaikan dengan kebutuhan bayi atau anak, jadi harus segera ganti dengan susu yang kandungan protein tinggi, kandungan gula rendah dan memang susu yang dibutuhkan sesuai dengan tahapan perkembangan anak,” pungkas Meta.

Dalam kesempatan yang sama, artis peran Zaskia Adya Mecca juga berbagi cerita mengenai cara memenuhi asupan gizi keluarganya. Ia mengakui bahwa saat kecil rutin mengkonsumsi susu kental manis. “Jaman dulu informasi itu susah, jadi kita suka dengan kental manis. Tapi sekarang saat usia saya 33 tahun, saya baru merasakan efeknya, seperti gula darah, kolesterol, inilah efek dari apa yang saya konsumsi sewaktu kecil,” jelas istri dari Hanung Bramantyo ini.

Oleh karena itu, saat menjadi ibu, selain menyiapkan mental, Zaskia juga membekali dirinya dengan pengetahuan terutama makanan yang mengandung gizi yang dibutuhkan anak. “Saya tidak ingin anak-anak kelak merasakan apa yang saya rasakan saat ini,” jelas Zaskia. Karena itu, pada saat dua anaknya terkena Covid 19 beberapa waktu lalu, Zaskia mengaku tidak begitu kesulitan menangani asupan makan anaknya. “Pastinya anak-anak saat sakit nafsu makannya berkurang, karena itu saya mensiasati dengan membiarkan mereka memilih menu namun tetap dalam koridor makanan bergizi dan rendah gula garam lemak,” papar Zaskia.

Edukasi Berkelanjutan Tanggung Jawab Bersama

Sebagaimana diketahui, mengkonsumsi makanan bergizi sangat penting untuk membangun kekebalan tubuh yang kuat agar terlindung dari infeksi virus, serta memberikan perlindungan ekstra pada anak. Karena itu, dalam upaya melindungi anak dari paparan virus Covid 19, sekaligus mencegah stunting dan gizi buruk, yang perlu dilakukan adalah memastikan anak mengkonsumsi makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhan gizinya. Selain itu, yang juga perlu diwaspadai adalah asupan gula garam lemak pada anak agar tidak berlebihan.

Berdasarkan Analisis data Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), 29,7 persen penduduk Indonesia atau setara dengan 77 juta jiwa sudah mengonsumsi GGL melebihi rekomendasi WHO: gula (>50 gram/hari), garam (>5 gram/hari), dan lemak (>67 gram/hari). Hal ini yang memperburuk persoalan kesehatan di Indonesia.  Pada usia yang lebih dini, konsumsi gula berlebih pada anak terlihat dengan masih banyak orang tua yang memberikan kental manis pada balitanya sebagai pengganti ASI. Padahal produk kental manis mengandung gula lebih dari 50% dan merupakan jenis susu yang peruntukan bukan sebagai minuman harian anak, melainkan bahan tambahan makanan dan minuman.

Jelas terlihat, bahwa yang dibutuhkan masyarakat adalah edukasi yang berkelanjutan yang yang diiringi dengan perbaikan kebiasaan, pola asuh dan konsumsi keluarga. Oleh karena itu, meski saat ini Indonesia masih menghadapi badai pandemi, namun program-program pencegahan stunting harus tetap di prioritaskan. Bila tidak, kebutuhan nutrisi dan perkembangan anak-anak Indonesia jelas terdampak.

Ketua VII PP Muslimat NU Dr. Erna Yulia Soefihara menyatakan akan terus memberikan informasi tentang edukasi susu kental manis ke masyarakat, terutama di masa pandemi seperti saat ini. “Terutama masyarakat di daerah mereka kurang sosialisasi, maka tidak heran temuan kami masih banyak masyarakat beranggapan kental manis dapat menggantikan ASI. Anak diberi kental manis jadi anteng, padahal ini justru merusak gizi anak,” papar Erna.

Oleh karena itu, dalam rangka mendukung upaya pemerintah mengejar target penurunan stunting menjadi 14% pada 2024, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Muslimat NU berkomitmen melakukan edukasi gizi secara berkesinambungan. Hingga pertengahan 2021, telah dilakukan edukasi hampir di seluruh kota di Indonesia serta menjangkau hampir 6,000,000  kader PP Muslimat NU dan  masyarakat luas. Diharapkan, langkah ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta pemenuhan asupan gizi anak dalam rangka perlindungan anak dari gizi buruk, stunting dan ancaman Covid 19.

Webinar PP Muslimat dan Yaici “Pemilihan Nutrisi Yang Tepat Untuk Anak, Cara Tingkatkan Imun Di Tengah Lonjakan Covid 19” dapat diakses full videonya di chanel youtube Sahabat Yaici di:

“Pemilihan Nutrisi Yang Tepat Untuk Anak, Cara Tingkatkan Imun Di Tengah Lonjakan Covid 19”

Silahkan download materinya di sini

Galeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID