Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia selama dua tahun sejak 2020 silam memberikan dampak yang signifikan kepada banyak sektor kehidupan masyarakat, tidak terkecuali sektor pendidikan. Dampak yang ditimbulkan dari pandemic covid yang paling jelas pada sektor pendidikan adalah terkendalanya proses pendidikan itu sendiri terutama dalam hal belajar mengajar. Pandemi covid-19 memaksa pemerintah untuk membatasi pergerakan dari masyarakat dengan menutup, menangguhkan dan mengalihkan aktivitas pada ruang publik termasuk dalam hal ini adalah sekolah. Hal ini tentu bertujuan untuk mengurangi angka penyebaran virus covid-19.
Selama pandemi covid-19 berlangsung proses pendidikan dialihkan dalam ruang maya dengan menggunakan platform seperti zoom meeting, google meeting dan lain sebagainya. Walaupun kasus penyebaran covid-19 saat ini mulai menurun ini proses pendidikan masih belum efektif dilakukan secara tatap muka. Kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas dibeberapa daerah masih menjadi solusi mengingat masih ada kemungkinan meningkat kembali kasus penyebaran covid-19 di Indonesia. Tentunya dengan berubahnya pola pembelajaran yang awalnya tatap muka dengan lebih bertumpu pada konsep best practice yaitu guru adalah stimulant dan motivator utama dalam belajar menjadi lebih bertumpu pada internet based learning yang mana internet adalah segalanya dalam pembelajaran daring. Hal ini berdampak pada capaian belajar dan dalam kondisi ini lah pandemic covid-19 memberikan dampak learning loss kepada para siswa yang ada di Indonesia.
Melihat dari fakta empiris yang ada dilapangan ditambah dengan data survey yang dilakukan world bank, UNICEF dan Kemendikbud Ristek RI, bahwa terjadi penurunan 0,44 sampai 0,47 persen terhadap standar deviasi (penyimpangan) atau senilai 5 sampai 6 bulan pembelajaran per tahun. Hal tersebut secara jelas disebutkan oleh Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek RI, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd saat konferensi pers Indonesia Hygiene Forum ke – 8 pada hari Rabu (13/10/2021). Hal ini berarti sebagai tantangan besar untuk mengembalikan standar kualitas pendidikan nasional kepada jalurnya.
Berangkat dari hal tersebut pada Agustus 2020 silam diluncurkanlah kurikulum darurat yaitu kurikulum masa khusus pandemic covid-19. Selanjutnya dalam perkembangannya dan merujuk pada tren yang positif mengenai penurunan angka penyebaran virus covid-19 pada 2022 pemerintah lewat kemendikbud ristek melanjutkan kurikulum khusus pandemic dengan kurikulum prototype yang akan di terapkan pada tahun ajaran (TA) 2022/2023. Sejatinya kurikulum protoype ini adalah salah satu upaya utama pemerintah dalam melakukan pemulihan pembelajaran terdampak pandemi yang akan dilaksanakan selama pembelajaran 2022-2024. Adapun poin penting dalam kurikulum protoype ini adalah sebagai berikut,
Pertama, dalam kurikulum prototype strukur kurikulum Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan utama dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Asesmen Pembelajaran. Selanjutnya sekolah diberikan keleluasaan untuk mengembangkan program kerja tambahan yang bertujuan untuk dapat mengembangkan kompetensi peserta didik. Tentunya hal ini dapat disesuaikan dengan visi misi sekolah juga sumber daya yang tersedia di sekolah tersebut.
Kedua, hal yang menarik dari kurikulum prototype ini adalah jika sebelumnya para satuan pendidik mengenal istiah KI dan KD sebagai istilah untuk kompetensi yang harus dicapai. Maka pada kurikulum protoype akan ada istilah baru untuk mengetahui capaian siswa yaitu menggunakan istilah Capaian Pembelajaran (CP). CP sendiri merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh.
Ketiga, pelaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan tematik yang selama ini hanya boleh dilakukan pada jenjang SD. Pada kurikulum prototype ini diperbolehkan untuk dilakukan pada jenjang pendidikan lainnya. Maka, pendekatan tematik ini diharapkan dapat membuka wawasan peserta didik dari seluruh jenjang agar lebih banyak dan padat.
Keempat, dalam kurikulum prototype ini jam pelajarannya tidak menetapkan jumlah jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini berlaku pada KTSP 2013, akan tetapi jumlah jam pelajaran pada Kurikulum ini ditetapkan pertahun. Hal ini tentu memiliki tujuan untuk mempermudah sekolah dalam mengatur pelaksanakan kegiatan pembalajarannya. Mengingat proses pendidikan adalah proses yang sangat dinamis. Selanjutnya, keunikan dalam kurikulum ini adalah duatu mata pelajaran bisa saja tidak diajarkan pada semester ganjil namun akan diajarkan pada semester genap atau dapat juga sebaliknya.
Kelima, sekolah diberikan keleluasaan untuk menerapkan model pembelajaran kolaboratif antara mata pelajaran. Selanjutnya sekolah juga diizinkan untuk membuat asesmen lintas mata pelajaran, semisal berupa asesmen sumatif dalam bentuk proyek atau penilaian berbasis proyek. Pada jenjang SD dalam kurikulum ini setidaknya dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun ajaran sedangkan SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melakukan sebanyak tiga kali penilaian proyek.
Keenam, Untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada KTSP 2013 dihilangkan maka pada kurikulum prototype ini mata pelajaran ini akan dikembalikan dengan nama baru yaitu Informatika dan akan diajarkan mulai dari jenjang SMP. Bagi sekolah yang belum memiliki sumber daya/guru Informatika pada mata pelajaran ini ini tidak harus diajarkan oleh guru yang berlatar belakang TIK/Informatika, namun dapat diajarkan oleh guru umum.
Ketujuh, pada kurikulum ini mata pelajaran IPA dan IPS pada jenjang sekolah dasar IV-VI yang selama ini berdiri sendiri, dalam kurikulum prototype dapat diajarkan secara bersamaan dengan nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS). Tujuan dari digabungkannya kedua mata pelajaran ini adalah agar terciptanya keterkaitan antara ilmu sosial dan ilmu pengetahuan alam.
Hadirnya wacana penerapan kurikulum prototype ini tentu menghadirkan pro dan kontra di banyak kalangan terlebih mengenai seberapa efektif kurikulum ini dapat menjadi solusi pemulihan kualitas standar pendidikan nasional yang merosot akibat pandemic dan dampak learning lossnya terhadap peserta didik. Maka dari itu dari pemerintah sendiri terkait kurikulum ini masih disifati opsional yang dalam arti boleh dipakai/diikuti atau tidak oleh sekolah satuan pendidik Terlepas dari itu semua, pengawalan terhadap bergulirnya wacana ini harus tetap diperhatikan sehingga wacana ini dapat menemui target yang diharapkan.
-Oleh Satria Yudistira S.Pd