Tantangan Pendidikan Era 5.0

Transformasi Pendidikan Nasional di era saat ini menemui tantangan terbarunya. Jika dahulu dunia Pendidikan hanya lekat tentang membaca dan menulis saja, saat ini dunia Pendidikan Nasional dihadapkan permasalahan yang lebih kompleks. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana berkembangnya kehidupan manusia dari segala sektor terutama perkembangan teknologi yang mana membuat era saat ini menamai dirinya sendiri sebagai era teknologi dan informasi. Jika di awal tahun 2011 kita mulai mengenal revolusi industri 4.0 yang menghasilkan society 4.0 yaitu sebuah konsep dan visi perubahan besar-besaran di bidang teknologi yang membuat semua lini kehidupan menjadi terintegrasi dengan teknologi dan menjadikan Internet of Things (ToT) sebagai alat untuk menunjang kegiatan manusia. Namun demikian konsep tersebut sudah mulai kembali tergeser di tahun 2020 terutama ketika pandemic covid yang mana konsep society 5.0 sudah mulai diusung, yaitu sebuah konsep dimana teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi terbaru seperti Artificial Intelligent (AI) sangat mempermudah kerja-kerja umat manusia saat ini. Terlebih dengan berubahnya pola kegiatan manusia yang sedari awalnya semua berbasis on-site menjadi hybrid atau bahkan full remote. Pola ini sejatinya hadir secara organik menuruti kondisi covid-19 yang dialami di seluruh belahan dunia dan karena kebutuhan yang didasari oleh efektivitas dan efisiensi maka pola ini menjadi pola yang cukup dipertahankan manusia saat ini bahkan setelah covid-19 mereda. Namun demikian, apa yang ada saat ini tidak menjadikan permasalahan sosial terutama isu seputar moral dan etika menjadi terselesaikan, malah pelbagai isu terkait hadir dengan bentuk yang lebih baru seperti cyber bullying dan cyber violation. Mirisnya, permasalahan kekerasan fisik, perundungan, pelecehan, bahkan pembunuhan pun masih kerap terjadi.

Idealitas Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

Pendidikan seharusnya dapat menciptakan seorang yang memberikan teladan, mampu membangkitkan semangat dalam kebaikan serta memberikan dorongan dan moral untuk orang sekitarnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh KI Hadjar Dewantara yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun karsa, Tut Wuri Handayani”.  Demikian pertanyaan besar yang hadir ditengah tantangan zaman saat ini adalah “apakah Pendidikan telah gagal?” yang mana menyebabkan permasalahan  lalu belum ada yang selesai, serta permasalahan baru kerap berdatangan? Hal ini sudah selayaknya menjadi refleksi yang dihadirkan setiap tahunnya baik untuk pribadi, kelompok, institusi bahkan negara sekali pun.

Cipta, rasa dan karsa  adalah tiga hal lain dari KI Hadjar Dewantara yang bersinggungan dengan konsep sebelumnya dan selayaknya juga menjadi pegangan dalam proses Pendidikan. Jika Pendidikan yang seharusnya menciptakan teladan itu sudah sepenuhnya menciptakan seorang teladan maka secara esensi sudah dapat memenuhi makna “cipta”. Selanjutnya jika Pendidikan yang itu benar-benar dapat memberikan dampak positif untuk perbaikan moral manusia maka Pendidikan sudah memenuhi aspek rasa yaitu Pendidikan yang menyentuh perasaan-perasaan yang bersinggungan dengan hati manusia lain agar dapat menanggapi sesuai dengan baik dan luhur. Serta jika Pendidikan sudah dapat memberikan mendorong manusia berbuat baik dengan motivasi dan nilai luhur maka Pendidikan sudah memiliki daya cipta.

Kesempurnaan dan idealitas memang suatu hal yang utopis bahkan untuk kata Pendidikan sendiri.  Kualitas dan system tidak serta merta dapat di dorong menjadi serratus persen valid dan berhasil guna menghadapi berbagai masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Meski demikian, setidaknya upaya-upaya mencapai kesempurnaan harus selalu diupayakan.  

Interpretasi, Implementasi dan konsekuensi.

            Seorang ekonom asal Amerika yang Bernama Theodore Levitt sekali pernah berkata bahwa ide adalah suatu hal yang tidak berguna sampai ia digunakan, karena nilai dari suatu ide adalah dari implementasinya “ideas are useless unless used, the proof of there is in their implementation”. Maka dari itu tahap pembuktiannya adalah pada pemberian interpretasi nilai yang baik serta benar dalam ide mengenai Pendidikan dan menuangkannya dalam  implementasi yang tepat – dalam hal ini adalah pemikiran dari KI Hadjar Dewantara tentang Pendidikan- . Namun, apakah interpretasi dan implementasi konsep tersebut sudah dilakukan dan terlihat dalam kondisi Pendidikan saat ini?

            Hal paling sederhana yang dapat dilihat untuk menjawab persoalan implementasi proses Pendidikan nasional apakah sudah sesuai dengan cita-cita KI Hadjar Dewantara atau belum adalah dengan melihat kondisi gedung-gedung sekolah, ketersediaan tenaga pendidik dan jumlah murid yang ada  di daerah Tertinggal, Terluar dan Terdepan  (3T).  Sebanyak 612,2 Triliun APBN 2023 dihabiskan untuk sektor Pendidikan, namun masih kerap ditemui gedung sekolah yang rusak namun masih dipakai dalam proses belajar mengajar, sedikitnya pendidik dan tenaga pendidik disekolah daerah 3T serta sedikitnya angka partisipasi sekolah para peserta didik. Selain itu, kemirisan potret Pendidikan Nasional juga dapat dilihat dari rendahnya kesejahteraan guru yang menyebabkan berdampak pada sedikitnya kuantitas regenerasi profesi guru serta berimplikasi dengan menurunnya kualitas guru yang mana makin sedikitnya orang yang rela menjadi seorang guru.

            Permasalahan dalam sektor apapun termasuk Pendidikan akan terus ada. Demikian selaras dengan dinamika perkembangan teknologi yang dihadapi saat ini. Semakin maju teknologi semakin kompleks pula tantangan yang akan dihadapi. Maka dari itu refleksi terhadap permasalahan terdahulu dan yang ada dan hadir saat ini menjadi perlu terutama dalam sektor Pendidikan. Seluruh komponen harus bekerjasama dan ikut terlibat andil dalam perbaikan kualitas Pendidikan nasional. Hal ini dilakukan tentunya sebagai upaya prioritas dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas Pendidikan Nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID