Masalah pendidikan nasional saat ini tengah memasuki babak baru. Wacana revisi sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) tengah ramai di perbincangkan di bulan Februari tahun 2022 ini . Sebenarnya wacana tersebut sudah ramai bergulir bahkan dari tahun 2020 namun nampaknya pemerintah melalui Kemendikbudristek baru benar-benar serius ingin merevisi SISDIKNAS dengan menjadikan UU SISDIKNAS ini sebagai muara sinkronisasi 23 undang-undang terkait pendidikan lainnya pada awal tahun ini.
Sejumlah regulasi tersebut yang ingin disinkronisasi antara lainUU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 43/2007 tentang Perpustakaan, UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU 11/2014 tentang Keinsinyuran. Kemudian UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, UU 18/2019 tentang Pesantren, UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU 13/2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, serta regulasi yang beririsan lainnya.
Wacana ini tidak serta merta langsung mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait yang bergelut dalam dunia pendidikan. Contohnya saja, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai RUU SISDIKNAS ini seperti omnibus law dalam bidang pendidikan. Hal tersebut diungkapan oleh Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Imam Z Haeri kepad media.
Gebrakan RUU ini menurut P2G juga dinilai agak janggal dan mengecewakan dalam prosesnya. Hal ini diakibatkan karena Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek dalam rangka uji publik RUU SISDIKNAS pada 10 Februari 2022 yang mengundang 30 organisasi guru dianggap terlalu teburu-buru. Terlebih naskah akademik pembahasan RUU ini baru diberikan pihak penyelenggara kepada partisipan seminggu sebelum acara dimulai. Artinya, para partisipan perlu berlari cepat untuk menganalisis dokumen yang selanjutnya disampaikan oleh perwakilan P2G bahwasannya hal tersebut tidak ideal dan waktu FGD juga sangat sempit. Padahal bahasannya adalah terkait masa depan bangsa itu sendiri.
Selanjutnya, secara substansi dari RUU SISDIKNAS ini juga ternyata masih perlu untuk disempurnakan. Masih banyak pasal yang tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, pada pasal 12 yang berbunyi “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Padahal dalam pasal 78 ayat 2 disebutkan bahwa (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib: a. menjamin ketersediaan daya tampung pendidikan dasar dan pendidikan menengah; dan b. membiayai pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya pun di pasal 83 menyebutkan “Setiap Warga Negara berhak mengikuti pendidikan anak usia dini dan pendidikan tinggi.” Artinya ada ketidak sinkronan diantara pasal-pasalnya dan cenderung adalah indikasi negara lepas tannggung jawab karena pendidikan adalah kewajiban negara bukan warga negaranya.
Selanjutnya, substansi RUU ini juga masih belum menyeluruh. Hal ini dibuktikan bahwa dalam RUU ini jenjang karir guru masih belum jelas muaranya. Hal ini disampaikan oleh perwakilan P2G yang mana beliau menyampaikan “Misalnya guru yang ikut jadi PNS dan PPPK kemarin sudah mengajar lama, setelah jadi PPPK dari nol lagi kariernya, kan kasihan. Harusnya dia melanjutkan kariernya yang selama ini dilakukan”. Terkahir substansi yang masih perlu dibenahi dan harus menjadi pengkajian menurut P2G adalah seharusnya guru memiliki upah minimum. Hal ini dikarenakan bahwa realitas tentang dunia pendidikan adalah gaji guru yang snagat minim dan tidak memiliki batas minimumnya. Hal ini membuat kesejahteraan guru menjadi rentan.
Terlepas dari pro dan kontra RUU SISDIKNAS beserta uji publik yang dilakukan, pemerintah yakin hal ini akan membawa dampak baik bagi masyarakat dan pendidikan itu sendiri. Apalagi pembahasan RUU ini masih dalam tahap awal namun sudah banyak masukan yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Disampaikan juga oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Kemendikbudristek juga telah dan terus mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan uji publik RUU SISDIKNAS beserta naskah akademiknya sesuai peraturan perundang-undangan. Pembahasan dalam PAK maupun umpan balik dari uji publik digunakan untuk memperbaiki naskah akademik dan rancangan UU.
Oleh : Satria Yudistira S.Pd
Add a Comment