Walau gula akan berdampak tidak baik bagi kesehatan, namun bukan berarti masyarakat tak boleh
mengkonsumsinya sama sekali. Menurutnya gula tetap diperlukan tubuh, namun kadarnya harus
dibatasi. Tria mengungkapkan untuk orang dewasa kebutuhan gula berkisar 35 – 40 gram perhari.
Sedangkan untuk anak-anak direkomendasikan antara 20 – 25 gram perhari.

YOGYAKARTA -Sebanyak 22,3 persen warga di DIY masing menganggap kental manis sebagai susu.
Padahal kental manis sebenarnya bukanlah susu, namun merupakan minuman gula yang
ditambahkan dengan susu. Sehingga jika mengkonsumsi kental manis sebagai susu, maka perilaku
tersebut tidak tepat.

Temuan tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia
Indonesia (YAICI) terhadap 1.000 responden di Kabupaten Bantul, Sleman, Kulonprogo dan
Gunungkidul pada bulan Juni lalu. Dalam penelitian ini YAICI turut menggandeng PP Aisyiyah dan
Universitas Aisyiyah (Unisa).

“Hasil temuan YAICI dan Aisyiyah menunjukkan masih banyak kental manis diberikan kepada anak
dan orang tua sebagai minuman susu pada masyarakat marjinal. Dari 1.000 responden, sebanyak
22,3 persen atau 231 ibu di empat kabupaten tersebut menganggap kental manis adalah susu,” kata
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat SE.,MM dalam konferensi pers hasil penelitian ‘Penggunaan Kental
Manis pada Masyarakat Marjinal dan Dampaknya Terhadap Status Kesehatan Balita’ yang
dilaksanakan di Gedung Siti Moenjiyah UNISA Yogyakarta, Sabtu (19/08/2023).

Dari temuan ini juga diketahui 5,3 persen balita masih diberikan kental manis sebagai susu
pendamping ASI. Sedangkan sebanyak 27 persen lainnya kental manis dikonsumsi orang tua sebagai
susu. Arif Hidayat mengungkapkan jika anggapan ini diteruskan maka akan berdampak tidak baik
bagi kesehatan. Balita yang konsumsi kental manis terindikasi dan berpotensi mengalami malnutrisi
seperti gizi buruk, stunting maupun obesitas.

“Karena kental manis itu bukan susu, jadi perannya tidak bisa menggantikan susu. Kadar gula dalam
kental manis cukup tinggi sehingga sangat tidak baik jika harus dikonsumsi balita maupun anak-
anak,” jelasnya.

Ia mengatakan anggapan kental manis sebagai susu memang sudah lama terbentuk dalam
masyarakat. Dari penelitian ini diharapkan masyarakat akan lebih tahu tentang dampak yang dapat
ditimbulkan dari mengkonsumsi kadar gula tinggi, sehingga dengan demikian masyarakat tidak lagi
menganggap kental manis sebagai susu.

Guru Besar Gizi Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ) sekaligus wakil ketua penelitian, Prof. Dr.
Tria Astika Endah Permatasari, S.K.M., M.K.M mengungkapkan tanpa disadari apa yang konsumsi
sehari-hari oleh masyarakat mengandung gula. Ia membagi gula ke dalam tiga jenis yakni free sugar,
gula alami yang terdapat pada sayur dan buah, kemudian hidden sugar.

“Hidden sugar adalah gula tambahan yang disamarkan di dalam produk dengan nama-nama
tertentu, salah satunya pada kental manis. Sering kali konsumen tidak menyadari bahwa itu juga
termasuk jenis gula,” ungkapnya.

Ia menambahkan masa balita terutama pada dua tahun pertama kehidupan merupakan masa
tumbuh kembang, dimana kebutuhan protein sangat tinggi. Banyak sumber protein dapat diperoleh,
salah satunya dari susu. Kandungan protein dalam kental manis pada takaran saji hanya 1 gram saja,
sedangkan kandungan gula yang dimiliki sampai 20 gram. Sementara untuk balita, kebutuhan
protein yang harus dicukupi mencapai 9 – 25 gram sehari.

“Kalau misalnya seorang ibu mengajarkan kental manis asupan utama sebagai susu dengan 3 kali
sehari, maka itu hanya akan memenuhi 3 gram protein sehari. Kalau masih pada kental manis
(dijadikan sumber protein) yang utama, ini akan menjadi bahaya bagi generasi yang akan datang,”
pesannya.

Sementara itu Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti. S.Kep., M.Kep., Sp. Mat mengatakan dalam
penelitian ini Unisa mengirimkan beberapa dosen sebagai peneliti. Dari penelitian ini pula ternyata
ada banyak isu yang dapat dikembangkan nantinya, tak hanya sebatas pada kental manis saja.

“Bagaiman hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat, tidak hanya di jurnal-
jurnal saja. Hasil ini nantinya juga akan kami bawa dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat,”
tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID