Jakarta 28 Januari 2021 – Ditengah pandemi Covid 19 yang masih melanda, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) tetap melanjutkan edukasi mengenai gizi anak untuk masyarakat. Pelaksanaan edukasi dilakukan bersama para mitra termasuk Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS), Muhammadiyah, PP Muslimat NU, HIMPAUDI serta komunitas ibu dan parenting yang menaruh perhatian besar terhadap kesehatan keluarga.

Kelurahan Rawa Semut, Bekasi Timur menjadi target edukasi perdana yang dilaksanakan pada Rabu (27/1) kemarin. Edukasi dilakukan dalam bantuk penyuluhan langsung atau tatap muka dengan masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita dan kader posyandu. Kegiatan edukasi dilaksanakan dengan jumlah peserta yang terbatas dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid 19, diantaranya pengukuran suhu serta memastikan seluruh peserta memakai masker dan membersihkan tangan dengan hand sanitizer saat mengikuti kegiatan.

Sebagaimana diketahui, Rawa Semut merupakan salah satu kawasan padat penduduk di Bekasi. Berada di jantung kota Bekasi, sekitar 1,5 km dari terminal Bekasi Timur,  akses dekat ke stasiun KRL Bekasi Timur serta pusat perbelanjaan Trans Park, menjadikan Rawa Semut sebagai kawasan pemukiman yang strategis, menjadikan kontrakan dan kost-kost-an karyawan berpadu gang sempit pemandangan lumrah di kawasan ini. Hal inipun akhirnya menimbulkan persoalan baru, warga yang datang dan pergi dan administrasi penduduk yang tidak pasti.

Pelaksana edukasi dari KOPMAS untuk Rawa Semut, Marni R mengatakan apabila administrasi kependudukan tidak pasti, turut mempengaruhi kesehatan keluarga di wilayah setempat. Sebab, dalam setiap program kesehatan untuk masyarakat, masyarakat yang disasar tentunya yang sudah terdata oleh RT/ RW. “Sebagai contoh, pemberian bantuan-bantuan sosial dari pemerintah, biasanya masyarakat penerima akan dimintakan KTP setempat ataupun pendataan oleh RT/RW. Tapi kebanyakan masyarakat kita, apalagi di kawasan padat penduduk dengan sebagian besar adalah pendatang seperti ini, mengabaikan soal administrasi kependudukan ini. Alhasil, yang seharusnya dibantu malah tidak mendapatkan haknya sama sekali,” jelas Marni.

Kendala pendataan masyarakat tersebut juga diakui Ibu Adam, pembina Posyandu setempat. “Kegiatan Posyandu disini cukup aktif. Bahkan setelah ada pandemi pun kader-kader Posyandu yang aktif melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, pemeriksaan tumbuh kembang anak dan pemberian makanan tambahan apabila ditemukan anak kurang gizi. Hanya saja  memang karena banyak yang ngontrak dan tidak lapor, jadi tidak semua balita tumbuh kembangnya terpantau oleh kader ,” jelas ibu Adam.

Setelah sesi edukasi tatap muka, Tim KOPMAS juga melakukan kunjungan ke bebarapa rumah warga guna mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang gizi anak dan keluarga. Dari kegiatan sosialisasi door to door ini, ditemukan masih banyak balita yang tidak mengikuti Posyandu dengan alasan tidak tahu dan tidak terdata.

“Yang tinggal di kontrakan, rata-rata bekerja sebagai buruh harian dan ibu rumah tangga mereka tidak ke Posyandu. Pengetahuan mereka tentang gizi anak juga rendah, terbiasa mengkonsumsi makanan instan dan tidak tahu apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh anak terutama balita,” jelas Marni.

Dalam pelaksanaan edukasi di Rawa Semut, KOPMAS mencatat masih ditemukan anak-anak dalam rentang usia 1 – 4 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman 2-3 kali sehari. Orang tua memberikan anak kental manis dengan alasan atas anak lebih suka minum kental manis dibanding susu jenis lain.

Bahkan seorang ibu yang memiliki anak usia 3 tahun mengaku memberikan anak kental manis karena beranggapan susu jenis lain (susu bubuk dan susu UHT) memiliki pengawet. “Karena susu kotak yang cair itu katanya ada pengawetnya. Kalau kental manis ini kan enggak, karena diseduh, nggak ada pengawet,” jelas ibu muda yang tidak ingin namanya disebutkan ini.

Galeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

English EN Indonesian ID